Jumat, 28 Agustus 2009

ORGANISASI DALAM PERSPEKTIF SEPAK BOLA

* Abdul Rasit

Melihat sebuah permainan sepak bola yang tak ubahnya seperti menjalankan roda organisasi yang di dalamnya terdapat sebuah kerjasama yang baik jika ingin menciptakan sebuah gol yang indah kegawang lawan. Begitupun dalam menjalankan roda organisasi yang juga memerlukan sebuah kerjasama anter individu agar apa yang dicitas –citakan oleh organisasi tersebut berjalan sesuai real yang diharapkan bersama.
Diakui atau tidak bahwa dalam permainan sepak bola perlu adanya job dicriptoin yang jelas dimasing – masing lini. Mulai dari kiper, dafender, winger, playmaker striker, penyerang/eksekutor dan yang berperan juga adalah seorang tactician (pelatih). Maka tidak bisa dipungkiri lagi bahwa tatanan job discritionnya juga sama dalam sebuah susunan kepengurusan organisasi yang juga memiliki tugas diberbagai lini yang sesuai dengan kondisi didaerah tersebut.
Jika dimulai dari kiper yaitu diibaratkan adalah sekretaris organisasi yang berperan untuk mengorganisir semua hal, mulai dari data kader sampai semua kebutuhan surat menyurat. Back kalau disepak bola adalah seorang penjaga pertahanan dan hal ini diibaratkan dalam organisasi adalah sebagai bendahara yang bertugas untuk mencatat kekurangan dan

organisasi sentral kampus di persimpangan jalan

* Abdul Rasit ( Presiden Mahasiswa Periode 2009 - 2010 )
Didalam menjalankan sebuah roda organisasi memang tidak semudah membalikkam kedua telapak tangan. Akan tetapi, semuanya itu memerlukan proses yang berkepanjangan, hal itu memerlukan sebuah pengorbanan, keuletan, komitmen, loyalitas dan tangung jawab. Disamping proses maka perlu diadakannya regenerasi dan tranformasi agar tidak terjadi keterputusan jenjang kaderisasi dan informasi yang selama kita bersusah membangun sebuah fondasi organisasi,tidak harus membangun lagi dari awal.

Kita perlu merenungkan kembali bahwa
Dengan adanya
organisasi yang ada disebuah Perguruan Tinggi tersebut merupakan sebuah jembatan atau titik terang dalam mengembangkan wacana, konstruk berfikir dan pengembangan diri kita dalam sebuah Perguruan Tinggi. Akan tetapi, semua itu hanya menjadi wacana dan menara gading saja jikalau organisasi tersebut tidak direspon dan didukung penuh berbagai organisasi intra kampus lainnya dan juga oleh civitas akademika.

· Keresahan Organisasi Sentral Kampus
Belajar dari pengalaman banyak kampus diberbagai tempat yang sudah berdiri tegak dalam aspek manajemennya meskipun itu kampus swasta sehingga ruang gerak mereka tidak ada pembatasan dalam hal teknis sekalipun. Job Discriptionnya sudah jelas dimana wilayah yang harus dilakukan dan sampai dimana batasannya. Ada juga segelintir Perguruan Tinggi yang sifatnya masih menutup diri dan tidak mau tahu dengan perkembangan diluar sana. Bahwasanya Perguruan Tinggi diluar sana sudah memikirkan bagaimana mahasiswa mengembangkan intelektual, jaringan, wacana, bakat dan minatnya sehingga mereka tidak seperti tidak mempunyai beban sedikitpun dalam mengapresiasikan dan mengaktualisasikannya.
Jika dalam sebuah Perguruan Tinggi masih belum memberi garis yang jelas dimana Job Discriptionnya dan masih di intervensi diwilayah teknis sekalipun, maka jangan harap organisasi tersebut berkembang pesat dan maju demi megharumkan nama baik almamater kampusnya yang selama ini disandangnya, hal itu adalah harapan bagi seluruh kepengurusan diorganisasi tersebut. Dalam hal ini, maka perlu adanya pemahaman bersama bahwa dalam sebuah Organisasi tidak akan mengalami kejayaan selama tidak ada kejelasan ruang geraknya, sehingga dalam menjalankan semua kegiatan menjadi serba salah dan kebingungan.
Dalam hal ini perlu adanya pemilahan yang jelas sehingga tidak terjadi keresahan sepihak. Jika selama garis ini tidak secepatnya diperjalas maka tunggulah saatnya kehancuran sebuah organisasi sentral kampus yang katanya sebagai pencetak 3 agent : agent of control, agen of knowlange, agent change.
· Optimisme Organisasi Sentral Kampus
Didalam
pernak – pernik kampus yang begitu banyak perbedaan, mulai dari karakteristik dan ideology sehingga sulit mempersatukannya. Maka dari itu, tugas yang berat bagi sebuah organisasi. Kalau boleh mengutip pernyataan soulmateku “ Dul Wak – Wok “ ( Wahyu E.P ) yaitu “ bagaimana menyatukan hati diatas perbedaan “. Pada dasarnya kita semua mempunyai komitmen dan cita – cita bersama dalam mengembangkan sebuah organisasi dan bias berjaya di belahan jagat raya ini.
Meskipun kita hidup diera pasca meletusnya demokrasi pertama kali dan diikuti dengan tragedi kekerasan yang dilakukan oleh TNI dan ABRI kepada mahasiswa di semanggi dan trisakti sehingga merenggut banyak nyawa dan menyisakan banyak isak tangis pada tahun 1998 demi menyuarakan demokrasi. Akan tetapi, hingga detik ini masih dipertanyakan sampai dimanakah demokrasi yang sebenarnya?
Dengan adanya kebingungan dan kegamangan, semua itu tidak menyurutkan langkah kita dalam memperjuangkan hak – hak mahasiswa yang selama ini kita sudah dibodohi oleh orang – orang yang mempunyai kepentingan individu dengan dalih demi kesejahteraan mahasiswa dan meningkatkan kwalitas kampus. Pada dasarnya kita semua hanya ingin ketransparanan yang jelas sehingga tidak ada indikasi bahwasanya kampus kita miskin dan pro mahasiswa.
Sementara ini Organisasi yang katanya memiliki kedudukan tertinggi jika dibandingkan dengan Organisasi Intra kampus lainnya. Akan tetapi dikampus tersebut seolah – olah hanya dijadikan sebagai prasyarat dalam mendirikan sebuah Perguruan Tinggi. Jika memang seperti itu adanya maka kita secara tidak sadar sudah diperalat oleh orang – orang yang tidak bertanggung jawab. Meskipun demikian, kita masih optimis bahwa suatu hari nanti kita akan menancapkan panji pertama dalam sebuah perubahan dan itu bukan hanya dijadikan sebatas wacana saja.
· Indikator Nilai Tawar ( Bargaining Power ).
Yang menjadi masalah selama ini adalah nilai tawar mahasiswa yang gerakannya sudah tidak massif lagi seperti pada era tahun ’98. Sejak bergulirnya era reformasi yang semakin tua umurnya dan hingga kini sudah berumur 11 tahun lamanya. Akan tetapi, sampai sekarang mahasiswa masih belum
Menemukan bentuk yang ideal dalam mencari karakter yang diidamkan selama ini. Maka dari maka perlu adanya perombakan besar – besaran dari segi gerakan dan wacana atau isu yang digelontorkan tidak basi. Diakui atau tidak bahwa image mahasiswa yang selama ini kata penyambung lidah rakyat sudah tercoreng dengan adanya anarkis diberbagai kampus demi menuntut haknya. Akan tetapi semua itu mahasiswa hanyalah dijadikan sebagai kambing hitam olah orang yang mempunyai kepentingan demi mencoreng image seorang mahasiswa yang mempunyai julukan agent of change.
Dari ilustrasi itulah sehingga bergaining powernya mahasiswa sekarang sudah pudar akibat perbuatan orang – orang yang memiliki kepentingan demi mengamankan posisinya sehingga mengorbankan image mahasiswa diseantero bumi pertiwi ini. Sehingga sulit bagi kita semua untuk menghilangkan image kita dimata masyarakat meskipun hanya segelintir mahasiswa yang perbuatannya anarkis, apalagi nilai tawar kita dimata pimpinan lembaga kita masing – masing seakan – akan kita tidak mempunyai ikon yang kita banggakan selain perbuatan yang anarkis.
· Indikator Nilai Tawar Posisi ( Bargaining Position)
Dari indikator ini juga patut kita sadari bersama bahwa disamping bargaining power maka perlu juga adanya bergaining position sebab kedua nilai tawar ini saling mempengaruhi. Jika bergaining powernya masih diragukan maka jangan harap bergaining positionnya akan mempengaruhi. Maka dari itu perlu adanya peremajaan disektor etika dan pengembangan intelektual sehingga ini akan diperhitungkan dalam kancah pertarungan posisi yang akan kita emban nantinya.
Kemudian dari pada itu kita dituntut untuk berani beradu argumentasi dengan pihak – pihak yang selama ini telah menunggangi kita yang tanpa kita sadari. Mengacu dari itulah maka kita semua disini perlu mengadakan gerakan yang masif guna mengantisipasi serangan balik dari pihak yang telah menunggangi kita tersebut. Untuk mengawali itu hendaknya kita membuat diskusi – diskusi kelompok guna mengasah dan mengembangkan wacana dan informasi kita, hal ini bertujuan meningkatkan bergaining positon kita yang selam ini sudah mulai pudar.
Demi mengembalikan image kita yang sudah mulai tercoreng dimata masyarakat bahwa kita (Mahasiswa. Red) perkerjaannya hanyalah berbuat
kegaduhan dan anarkis disetiap mengadakan aksi sehingga mengganggu ketertiban jalan. Padahal semua kita lakukan hanyalah semata – mata demi memperjuangkan kaum yang selama ini dimarginalkan oleh pemerintah. Maka dari itu perlu adanya pemberian pemahaman kepada masyarakat luas bahwa mahasiswa tidak sejelek, seperti apa yang mereka bayangkan dan sering ditayangkan dalam layar kaca.